Kwetiau, ifumi, bakmi goreng, dan nasi goreng. Empat hidangan khas Chinese food kaki lima ini punya cukup banyak peminat. Menu-menu ini bisa dipastikan ada di seluruh warung tenda Chinese food pinggir jalan. Keautentikan cita rasa negeri Tirai Bambu bukanlah hal utama yang diandalkan di tempat makan kategori ini.
Sajian yang terhidang di Chinese food kaki lima boleh dibilang adalah Chinese-Indonesian Food. Umumnya rasa dan pilihan bahan-bahannya sudah di-Indonesia-kan, sesuai dengan lidah orang Indonesia kebanyakan. Terutama bahan-bahan nonhalal, seperti daging babi, yang tentunya harus diganti dengan daging sapi atau ayam.
Meski begitu, sebagai identitas, ‘aroma’ masakan Cina tetap dipertahankan melalui penggunaan saus-saus khasnya yang umum di pasaran, seperti ang ciu (arak masak), saus tiram, kecap asin, atau minyak wijen. Jenis hidangan Cina ala warung ini terseleksi secara alami dengan harga, cara memasak, dan cara penyajian. Dan, sebagai makanan ‘rakyat’ tentu saja harganya harus sesuai dengan kantong orang kebanyakan.
Salah satu ciri khas Chinese food kaki lima dan warung sederhana adalah hampir semua hidangannya dimasak dengan cara ditumis. Cara masak yang mengandalkan waktu masak cepat dan praktis ini merupakan ‘jati diri’ hidangan Cina yang sudah terkenal sejak dulu. Konon, zaman dahulu, untuk menghemat bahan bakar, cara masak inilah yang paling pas untuk situasi tersebut.
Bahan makanan dipotong kecil-kecil, kemudian dimasak sebentar dengan sedikit minyak, di atas api besar, dalam waktu singkat. Meski awalnya cara ini tak dihubung-hubungkan dengan ‘status’ gizinya, belakangan cara ini ternyata terbukti bisa mempertahankan keberadaan zat gizi dalam bahan makanan yang dimasak, termasuk juga warna dan aromanya. Keunikan lain dari warung Chinese food juga bisa ditandai dengan wok besi yang jadi satu-satunya alat masak yang digunakan. Juru masaknya (kebanyakan bukan asli orang Tionghoa).
Selain keempat makan tersebut, capcai dan fuyunghai juga tersedia. Tapi, tentu saja dalam versi yang sudah disesuaikan. Menurut Iwan Tjandra, capcai yang biasa ditemukan di tempat makan Cina kaki lima merupakan modifikasi dari Lo Han Chai, hidangan khas Cina yang biasanya ada di menu-menu resto premium. “Perbedaannya terletak pada bahan dasarnya yang menggunakan sayuran unik, misalnya fattchoy, sejenis jamur berbentuk helaian seperti rambut yang berwarna kehitaman. Makanya, harganya pun jauh berbeda,” tutur Iwan, yang mendapat julukan food artist, yang menjadi the man behind the scene beberapa tempat makan terkenal di Jakarta.
Begitu juga dengan fuyunghai. Untuk menekan harga jual, fuyunghai yang sedianya menggunakan daging babi atau daging kepiting dalam campuran telurnya, sering kali diganti dengan cincangan daging ayam. Sebagai ‘penyumpal’ agar fuyunghai terlihat gendut dan lebih padat, beberapa warung ada yang menambahkan tepung terigu dalam campuran adonan telurnya.
sumber: femina
lihat juga
solaria
j.co
red mango
Makanan Khas Bandung Yang Hits Beserta Resepnya
4 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar